Tauhid sebagai Fundamen Pluralisme

Tauhid sebagai Fundamen Pluralisme
Oleh: Mamang M. Haerudin
 
Kedudukan tauhid (monotheisme) sebagai ajaran Islam paling pokok, merupakan konsensus yang tidak dapat ditawar-tawar. Ini membuktikan bahwa setiap Muslim hendaknya menjalani kehidupan semata-mata hanya karena kesadaran dan kebutuhan akan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Tidak ada ajaran Islam yang melebihi kedudukannya dari nilai-nilai ketauhidan.
Atas dasar tauhid pulalah, mengapa seorang yang hendak memeluk Islam, ia diwajibkan untuk membaca (menginternalisasi) dua kalimat syahadat; “Asyhadu anlaa ilaaha illa Allah wa Asyhadu anna Muhammad Rasulullah” (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan-Nya). Kalau kita telusuri kedalaman maknanya, dalam dua kalimat syahadat tersebut dengan jelas menyatakan ketertundukan manusia dihadapan Allah SWT. Kalimat “La ilaha” mengandung makna mendalam sebagai wujud penegasian dari segala bentuk pemujaan dan pengagungan. Pun demikian, termasuk sikap mengagungkan diri dengan merasa paling benar dan meremehkan orang lain termasuk sikap yang bertentangan dengan keluhuran nilai tauhid.
Kandungan dalam nilai luhur tauhid meniscayakan sebuah paham maupun gerakan yang tidak memutlakan persepsi dan interpretasi individu maupun kelompok tertentu. Ia justru begitu menghargai setiap apapun dan dari siapapun persepsi dan interpretasinya. Penghargaan tersebut yang kemudiaan menjadi konsekuensi logis dari “kelonggaran” ini adalah munculnya keragaman dan keberbedaan. Bertolak dari keragaman ini, seseorang ataupun kelompok tidak diperkenankan merendahkan, meremehkan, menyudutkan, atas persepsi dan interpretasi individu atau kelompok yang lain yang berbeda.
Oleh sebab itu, atas dasar nilai luhur ketauhidan, manusia yang hidup dalam realitas yang begitu kompleks, semata-mata hanya sedang dalam proses menginterpretasi kehendak (firman-firman) Tuhan sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an. Tidak ada yang berhak memonopoli apalagi memutlakkan interpretasi kecuali Sang Pencipta al-Qur’an itu sendiri, sehingga manusia sekelas Nabi SAW meskipun mempunyai otoritas mutlak (dalam menafsirkan al-Qur’an) ia tetap berdasarkan petunjuk Tuhan. Ada benarnya, jika penjelasan ini merupakan perluasan makna dari kalimat “Illa Allah”. Pernyataan ini pula secara eksplisit dijelaskan dalam QS. al-Hajj [22]: 67-70.
Atas dasar tauhid diatas, tauhid sebagai wujud atas Kemahatunggalan Tuhan, secara kontekstual juga merupakan perintah dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam berbangsa, bernegara, dan beragama.
Salam

Ditulis Oleh : Publisher Cirebon ~ DosoGames

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul Tauhid sebagai Fundamen Pluralisme yang ditulis oleh djavaspot yang berisi tentang : Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di djavaspot

0 komentar:

Post a Comment

Back to top