Pluralisme (Agama) dalam
Konteks Indonesia
Oleh: Mamang M. Haerudin
Sering terjadi kekaburan
dalam memaknai pluralisme, ia telah dianggap bahkan dihakimi sebagai sebuah
paham yang (seolah-olah) menghendaki penyamaan dan pencampuradukkan agama.
Persepsi seperti ini bukan hanya telah mencederai makna pluralisme itu sendiri,
tetapi juga merupakan pendangkalan pemahaman.
Kata “Pluralisme” memang muncul
dari Barat, tepatnya berasal dari bahasa Inggris, Pluralism. Kata ini
diduga berasal dari bahasa Latin “plures” yang berarti beberapa dengan
implikasi perbedaan. Sedangkan “isme” sendiri berarti sebuah paham.
Bertolak dari asal-usul katanya tersebut, bahwa pluralisme sama sekali tidak
merujuk pada keseragaman agama.
Dalam konteks Indonesia,
pluralisme agama diartikan sebagai sebuah paham dan gerakan yang memiliki
urgensi dalam mengakui keberadaan antara satu agama dan agama lain secara aktif
sebagaimana mengakui keberadaan agama yang dipeluk diri yang bersangkutan
meskipun dalam keragaman (pluralitas) ideologi. Dalam pada itu, Frans Magnis
Suseno berpendapat bahwa menhormati agama orang lain tidak ada hubungannya
dengan ucapan bahwa semua agama adalah sama. Bahkan, Nurcholish Madjid (sapaan
akrab Cak Nur) menegaskan bahwa pluralisme tidak hanya mengisyaratkan adanya
sikap bersedia mengakui kelompok agama lain untuk ada, melainkan juga
mengandung makna kesediaan untuk berlaku adil kepada kelompok lain atas dasar
perdamaian dan saling menghormati.
Disinilah diperlukan
adanya cara pandang yang inklusif (terbuka) terutama dalam memandang keberadaan
orang lain. Dari cara pandang inklusif ini yang kemudian akan melahirkan sikap
aktif dalam menyongsong perbedaan antar satu dengan yang lain. Sehingga, dari
keterbukaan dan sikap aktifnya itu akan membuahkan sebuah tatanan kehidupan
yang adil dan damai, tidak ada diskriminasi dan pelarangan. Tidaklah berlebihan
jika tatanan kehidupan adil dan damai seperti ini sesungguhnya nilai-nilai
luhur yang terkandung didalam semboyan bangsa Indonesia; Bhineka Tunggal Ika
(berbeda namun tetap bersatu). Memaknai pluralisme dengan hati terbuka dan
lapang, sebetulnya adalah solusi efektif dalam meredam dan mencegah kebencian
dan kekerasan. Membenci dan berlaku kekerasan terhadap orang lain (non-Muslim)
tak ubahnya dengan menghendaki kerusakan dan kekacauan dimuka bumi.
Dibawah ini beberapa cara
pandang yang dapai dijadikan sebagai upaya dalam memahami nilai luhur yang
terkandung dalam pluralisme dalam merajut kehidupan yang damai dan adil.
Pertama,
adalah dengan memaknai Islam dengan perspektif Indonesia. Cara ini dirasakan
begitu penting tatkala dihadapkan dengan sejumlah ekspresi keberislaman yang
lebih menonjolkan simbol-simbol belakan (kearaban). Telah terjadi semacam
kekaburan yang telah menyebabkan bahwa Islam identik dengan Arab atau segala
yang berbau Arab berarti itu Islam. Adalah dengan membangun sebuah perspektif
yang dibangun atas dasar kultur bangsa Indonesia. Dari perspektif ini
meniscayakan mana itu produk (budaya) Arab dan produk Indonesia.
Kedua,
melakukan interpretasi substansial, non-literal, kontekstual, dan sesuai dengan
perkembangan hidup kekinian terhadap teks-teks keagamaan (al-Qur’an dan
al-Hadits). Ini terkandung dalam sebuah adagium; Islam shalih likulli
zamanin, makanin, wa halin (Islam [akan selalu] relevan dengan zaman,
tempat, dan keadaan apapun).
Ketiga,
umat Muslim tidak mengisolir diri dari the other’s melainkan harus
menjalin interaksi konstruktif dengan pihak-pihak lain tersebut; baik dengan
berbagai aliran keagamaan di internal Islam maupun dengan non-Muslim. Yakni
dengan melakukan dialog-dialog terbuka dan santun atas dasar perdamaian dan
sikap saling menghargai.
Dari beberapa cara
pandang seperti tersebut diatas, ini sebetulnya tidak telah tergambar jelas
dalam landasan ideologi bangsa Indonesia; Pancasila, landasan konstitusi; UUD
1945, landasan keragaman; Bhineka Tunggal Ika, dan landasan pemersatu bangsa;
NKRI. Sehingga itu, realitas keragaman (pluralitas) ini seyogyanya dapat
dijadikan sebagai sebuah modal untuk dapat memaknai kedamaian hidup dalam
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Demikian.
0 komentar:
Post a Comment