Tantangan Pelajar Masa Kini

Tantangan Pelajar Masa Kini

Oleh Mamang M. Haerudin

Berawal dari sebuah obrolan ringan saya dengan beberapa teman, membincangkan realitas pelajar kita masa kini, terutama tentang harapan dan tantangannya. Saya terkejut ketika salah seorang dari teman menceritakan kasus dikeluarkannya beberapa siswa/siswi sebuah sekolah/madrasah belum lama ini, lantaran terjerat kasus mengonsumsi obat terlarang dan hamil di luar nikah.


Keterkejutan saya bertambah menjadi kesal bukan hanya karena kasus ini menjerat banyak siswa, melainkan juga karena pihak sekolah/madrasah memutuskan dan mengeluarkan siswa/siswi ‘bermasalah’ itu. Jelas keputusan tersebut bukan jalan keluar yang pantas apalagi tepat.

Kalau sudah begini, kita, masyarakat mau apa? Tanggungjawab siapa jika nasib pelajar masa kini kian terpuruk? Pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja mengarah kepada masing-masing kita, sebagai masyarakat yang mendambakan pendidikan yang ramah bagi para pelajar. Pendidikan yang betul-betul mendidik para peserta didiknya.

Kontribusi IPNU
Adalah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, selanjutnya IPNU, merupakan badan otonom (banom) yang berada di bawah naungan ormas Nahdlatul Ulama (NU) yang khusus membidani para pelajar. Sebagaimana di berbagai penjuru daerah, di Kabupaten Cirebon juga telah lama berdiri pimpinan cabangnya.

Pada 24 Februari 2014 ini, kalau dihitung sejak tahun kelahirannya tahun 1954, berarti kini ia telah berusia 60 tahun. Belajar, berjuang, dan bertakwa—merupakan mottonya—telah turut dalam membina karakter para pelajar bangsa. Di antara banyak programnya, IPNU, terutama dalam lingkup Kabupaten Cirebon, terus berupaya mempererat persaudaraan antar pelajar, di antaranya melalui berbagai kegiatan penerbitan buletin, out bound, seminar, dialog, diskusi, kemah lintas agama, dan lain sebagainya.

Program-program kegiatan tersebut dilaksanakan tidak lain adalah untuk mengakomodir potensi dan bakat para pelajar. Agar mereka, para pelajar, tumbuh dan berkembang menjadi pelajar yang cerdas, baik cerdas secara intelektual, emosional, maupun spiritual. Bahkan, IPNU juga bermitra baik dengan berbagai pesantren, khususnya di wilayah Kabupaten Cirebon; pesantren Babakan-Ciwaringin, pesantren Kempek, pesantren Gedongan, Buntet pesantren, dan pesantren lainnya. Jalinan kemitraan tersebut semakin intens dilakukan tak lain adalah untuk mengilhami spirit akhlakul karimah yang telah lama dipraktikkan para kiai, nyai, dan santri di pesantren.

Mendengar kabar buruk tentang pelajar sebagaimana telah dipaparkan di atas, tentu saja menjadi tamparan untuk IPNU. Ternyata, seintens apapun pendampingan IPNU terhadap para pelajar, potensi ‘kecolongan’ tetap ada dan besar. Ini membuktikan bahwa problem dan tantangan yang dihadapi pendidikan dan pelajar masa kini cukup serius dan mengkhawatirkan.

Melacak Masalah
Kalau dirunut akar masalahnya, saya berpendapat sedikitnya ada tiga penyebab mendasar mengapa kemudian, pelajar rentan terinfeksi perilaku negatif. Pertama, kondisi kejiwaan yang galau. Kita tahu bahwa masa remaja adalah masa pencarian jati diri, masa di mana ‘rasa ingin tahu’ begitu tinggi. Ketika setiap hari dijejali dengan rutinitas belajar di sekolah/madrasah, akibatnya adalah rasa jenuh dan bosan. Mereka sangat butuh penyegaran sekedar untuk menghilangkan penat. Maka jalan untuk mencoba hal-hal yang baru begitu potensial, termasuk mencicipi obat terlarang dan pergaulan bebas.

Kedua, gaya hidup hedonis-materialistik. Kecanggihan teknologi dan informasi membuat kita menjadi ‘manja’. Hal ini juga berimbas pada para pelajar. Betapa hari ini kita mudah sekali mendapatkan para pelajar di setiap tingkatan—SD, SMP, SMA—yang saling ‘memamerkan’ alat-alat elektronik canggih. Bagi pelajar dengan orang tua berkantong tebal, mungkin tidak terlalu sulit untuk mendapatkan alat-alat elektronik canggih itu. Tetapi bagi mereka yang hidup serba kekurangan, akan sulit mengikuti budaya serba mewah itu. Makanya, tidak jarang dari mereka yang rela melakukan apa saja demi terpenuhi keinginannya memiliki alat-alat elektronik canggih dan barang mewah lainnya.

Ketiga, pendidikan yang kognitif oriented. Dan ini penyebab paling mendasar, siswa dicekoki oleh sejumlah materi pelajaran, dengan sistem evaluasi yang hanya mengandalkan UAS dan UN. Konsekuensinya ranah afektif dan psikomotorik terabaikan atau tidak tereksplor secara optimal, padahal dua ranah ini yang justru lebih menentukan.

Selain ketiga penyebab di atas, memang ada banyak penyebab yang lain misalnya perhatian orang tua yang kurang, tidak optimalnya peran bimbingan konseling di sekolah/madrasah, dan lain-lain.

Ikhtiar Jalan Keluar
Persoalan ini begitu kompleks, bukan hanya menyangkut siswa an sich, melainkan secara keseluruhan berbagai pihak, orang tua di rumah, teman sebaya, pola pergaulan, pola pembelajaran di sekolah/madrasah, lingkungan masyarakat, dan lain sebagainya. Maka kepedulian dari semua elemen masyarakat mutlak dibutuhkan.

Anggap saja beberapa poin ini merupakan ikhtiar saya untuk memberikan jalan keluar agar kasus serupa tak terulang untuk yang ke sekian kalinya. Pertama, terkait dengan konsep pendidikan, termasuk kurikulum 2013, untuk tidak mengulang kesalahan sebelumnya, yakni hanya ‘mendewakan’ ranah kognitif atau nilai akademik. Sekolah harus bisa mendorong siswa/siswi untuk mengeksplor potensi dan bakatnya.

Kedua, mengoptimalkan peran dan fungsi bimbingan konseling di sekolah/madrasah. Guru konseling atau guru pada umumnya harus menjadi mitra terbaik siswa. Pihak sekolah harus proaktif, tidak reaktif. Upaya preventif dan pendampingan yang intens dari hati kehati harus segela digalakkan. Jangan sekali-kali mengeluarkan siswa ketika ia sedang terjerat masalah. Sebab, saat itu justru ia sedang butuh pendampingan bukan pengucilan.

Ketiga, pola pendidikan dan asuh orang tua di rumah juga harus memahami kondisi psikologis anak. Yang harus dikedepankan adalah bagaimana anak bisa bersikap jujur dan terbuka jika terhimpit masalah apapun. Menjadi orang tua yang tidak hanya orang tua, melainkan menjadi orang tua yang bersahabat, menjadi sahabat ‘curhat’ anaknya kapan pun dan di mana pun ketika dibutuhkan. Orang tua juga harus melawan gengsi dan tahan dari cibiran masyarakat. Karena bagaimana pun hal tersebut adalah musibah yang harus di tangani dengan pikiran dingin dan jernih.

Keempat, pihak sekolah/madrasah dan lembaga terkait lainnya, untuk dapat bermitra baik dengan organisasi kepelajaran semacam IPNU. Dengan visi, misi, dan program-program IPNU yang beragam, begitu mengorong agar para pelajar dapat mengisi masa mudanya dengan berbagai aktivitas yang produktif, prestatif, dan menyenangkan.

Akhirnya, tentu saja kita berharap semoga kasus serupa tak terulang lagi, apalagi beberapa bulan ke depan semakin dekat dengan pelaksanaan UN. Di masa-masa inilah sering kali terjadi kasus serupa, sebagaimana banyak terjadi pada tahun sebelumnya, di mana banyak sekolah/madrasah yang dengan begitu saja mengeluarkan siswa/siswi yang bermasalah, terutama mereka yang terjerat mengonsumsi obat terlarang dan atau hamil di luar nikah. Wallahua’lam bi al-Shawab.
Salam

Ditulis Oleh : Tiara ~ DosoGames

Muh.Akram Anda sedang membaca artikel berjudul Tantangan Pelajar Masa Kini yang ditulis oleh djavaspot yang berisi tentang : Dan Maaf, Anda tidak diperbolehkan mengcopy paste artikel ini.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di djavaspot

0 komentar:

Post a Comment

Back to top