Gerakan Proaktif
Perempuan dalam Meretas Jalan Radikalisme
Oleh: Mamang M. Haerudin
Dari
basis ajaran monotheisme dalam artikel sebelumnya Islam (Tauhid) dalamMeretas Jalan Radikalisme, juga diperlukan sebuah gerakan massif dan
menyeluruh dari setiap komponen bangsa. Diperlukan berbagai upaya
sungguh-sungguh yang berkelanjutan dan menyeluruh. Pemerintah sebagai pemegang
utama kebijakan publik (regulator) harus dapat bertindak tegas terhadap
pelbagai fenomena yang bernafaskan radikalisme dan terorisme. Bersamaan dengan
upaya pemerintah, seluruh elemen masyarakat harus dapat proaktif ikut
melantangkan anti tindak kekerasan melalui upaya-upaya dakwah kultural terutama
dalam mengantisipasi dampak negatifnya bagi tunas-tunas bangsa.
Salah satu dari sekian
banyak elemen masyarakat yang harus proaktif dalam gerakan upaya meretas jalan
radikalisme adalah perempuan. Ya, perempuan melalui transformasi diskursus dan
gerakan kesetaraan gender, memiliki andil yang signifikan. Potensi feminitas
dalam diri perempuan mempunyai kesinambungan dalam membumikan nilai-nilai kasih
sayang, kemanusiaan dan perdamaian.
Dalam mengimplementasikan
gerakan ini, bisa kita ambil contoh Gerakan Moral yang mengampanyekan wajah
agama yang humanis, inklusif, dan pluralis. Sebagaimana telah diprakarsai
tokoh-tokoh agama dari pelbagai organisasi keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah,
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Prsekutuan Gereja-gereja Indonesia
(PGI), Hindu, dan Konghucu (Kompas, 15/10/2002), setelah menelan pahit beberapa
fakta radikalisme dan terorisme.
Gerakan perempuan melalui
transformasi kultural dan pemberdayaan berperspektif keadilan dan kesetaraan
gender harus dapat turut mempropagandakan kebersikapan anti radikalisme dan
terorisme. Gerakan ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah gerakan represif,
melainkan merancang sebuah gerakan proaktif perempuan, yang proses garapannya
selalu berjalan sinambung, berkelanjutan, dan menyeluruh.
Gerakan proaktif
perempuan ini begitu penting, sekurang-kurangnya dapat dilihat dari dua sisi.
Sisi pertama, bahwa aksi radikalisme (berikut radikalisme) yang selama ini
meledak, pelakunya mayoritas atau hampir semuanya adalah laki-laki. Sisi kedua,
kuantitas perempuan di Indonesia hampir separuh dari jumlah laki-laki, sehingga
itu, gerakan ini dirasakan cukup efektif merupakan sebagai antisipasi dan
pencegahan agar supaya perempuan tidak menjadi pelaku aksi radikalisme.
Beberapa wujud konkrit
dari gerakan proaktif yang harus dilakukan perempuan ini antara lain; pertama,
melakukan reinterpretasi terhadap teks-teks (baik dalam al-Qur’an maupun
al-Hadits) yang berpotensi melahirkan aksi kekerasan yang diakibatkan
kedangkalan dan kekeliruan interpretasi. Kedua, melakukan sosialisasi
akan pentingnya membangun kehidupan yang damai, santun, dan toleran terhadap
pluralitas. Ketiga, melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat dan
generasi muda khususnya terhadap generasi muda perempuan, selain ia diberikan
pemberdayaan berperspektif gender, pun diberikan pemberdayaan yang berbasis
ekonomi. Mengapa demikian, karena tidak jarang tindak radikalisme disebabkan
karena motif himpitan ekonomi.
Artikel terkait:
Islam (Tauhid) dalam Meretas Jalan Radikalisme
Islam dan Potret Radikalisme
Kembali Kepada KomitmenEmpat Pilar
Salam
Artikel terkait:
Islam (Tauhid) dalam Meretas Jalan Radikalisme
Islam dan Potret Radikalisme
Kembali Kepada KomitmenEmpat Pilar
0 komentar:
Post a Comment