Menuntun dengan Santun
Anggaplah bahwa jilboobs merupakan fenomena yang sepenuhnya keliru, tetapi
apakah pantas kita malah mencela dan menyumpah-serapahi mereka tanpa ampun?
Sebab, jangan-jangan mereka demikian karena kesalahan kita, yang tak pernah mau
peduli akan perkembangan psikologi, termasuk dalam perkembangan berbusana
mereka dari masa ke masa. Tidakkah kita berpikir, jangan-jangan para jilboobs
tersebut merupakan orang terdekat kita; anak, saudara, sahabat, dan atau
lainnya?
Dengan tanpa maksud menggurui, perlu dipahami, bahwa ‘menjadi baik’ adalah
sebuah proses panjang, yang secara fitrah mesti dilalui dengan usaha gigih,
bertahap, dan perlahan. Termasuk ketika saya melihat mencuatnya fenomena
jilboobs, ia bukanlah fenomena baru, sejak lama menjadi realitas tak
terelakkan. Namun demikian, kita tidak lepas dari upaya untuk terus menuntun
(menasihati dan mengingatkan) dengan santun, bukan dengan caci maki dan sumpah
serapah.
Menarik saya kemukakan pandangan salah seorang Muslimah ternama, Asma Nadia
(2014), bahwa hargai proses iman yang tentu berbeda bagi setiap orang. Bukan
tidak mustahil, upaya mereka berjilbab meski tidak sempurna menuai banyak
tantangan dan menjadi perjuangan yang luar biasa sulit. Bagaimanapun keputusan
berjilbab tetap langkah yang baik. Seiring waktu, doakan mereka yang berjilbab
terbuka dan berbaju ketat perlahan menyesuaikan diri dan berjilbab lebih
syar'i.
Jilbab itu kebaikan, baik dipakai perempuan. Oleh karena kebaikan,
menyadarkannya harus dengan kebaikan. Perlu cara yang baik dan penuh
kesantunan. Perihal memakai pakaian ketat, memang tidak baik, tetapi sekali
lagi, perlu cara yang baik untuk meluruskannya. Buktikan bahwa teman-teman
perempuan yang kini sudah berjilbab, untuk membuktikan efek baik dari
berjilbab, menjadi perempuan salehah. Keputusan jilbab semestinya melampaui
kewajiban, ia lebih merupakan kesadaran, yang bersumber dari nurani, bukan
karena ingin dipuji, dihargai, dan dianggap syar’i.
Lebih dari itu, jilbab/hijab tidak bisa (mutlak) menjadi
penentu baik-buruknya kualitas perempuan (salehah). Jilbab hanya menjadi salah
satu ikhtiar untuk menuju ke arah sana, ke arah kualitas pribadi perempuan yang
lebih baik. Demikian, apalagi jika kita kaitkan dengan budaya berbusana
masyarakat Indonesia di berbagai pelosok daerah; ada banyak model dan
bentuknya, yang ketat, misalnya pakaian kebaya, mana mungkin dianggap sebagai
sebuah budaya berbusana yang melanggar Islam? Menuntun dengan Santun
0 komentar:
Post a Comment