Laki-laki yang Ramah Perempuan
Lembaga tinggi sekelas Majelis Ulama Indonesia (MUI) seharusnya menjadi
sosok (yang dianggap) para ulama yang menjadi tuntunan yang merangkul dan
mengayomi, bukan malah memperkeruh suasana dengan hanya menghakimi, dengan cap
haram. Ulama, adalah orang yang belimu (‘alim) sepantasnya menjadi pendidik
yang baik bagi para remaja dan pemudi Muslimah. Ucap dan sikapnya mampu
memberikan nuansa sejuk dan inspiratif.
Lebih dari pada itu, tidakkah kita merenung, meski sejenak, jika yang
selama ini membuat resah adalah para laki-laki? Apakah yang mempunyai
hasrat-hasrat biologis adalah hanya perempuan semata? Apakah hanya perempuan
saja yang berpotensi menarik hati, menggoda, dan menimbulkan keresahan? Jika
merujuk pada teks-teks keagamaan dan para pakar (seksolog), ternyata, laki-laki
juga berpotensi menjadi biang kesersahan sosial, mempunyai hasrat-hasrat
biologis yang sama seperti perempuan, dan berpotensi untuk menggoda, menarik
hati, dan menimbulkan keresahan.
Oleh karena itu, tidak ada guna jika kita sesama manusia; perempuan dan
laki-laki saling menyalahkan dan mencari kambing hitam. Karena keduanya
diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi kekurangan, dan keduanya saling
membutuhkan. Jika selama ini, perempuan yang disudutkan, hari ini kita
membutuhkan laki-laki yang ramah terhadap perempuan. Menjaga dan memuliakan
keberadaan dan peran perempuan di masyarakat. Termasuk soal fenomena jilboobs
ini, agar para laki-laki tidak ikut-ikutan mencela, apalagi ikut
menyebarkan-luaskan.
Sekali lagi, kita butuh laki-laki yang mempunyai sensitivitas dan
perspektif keperempuanan. Mengutip pandangan KH. Husein Muhammad (2013), salah
seorang ulama feminis, bahwa, sebagai manusia, perempuan memiliki seluruh
potensi kemanusiaan sebagaimana dimiliki laki-laki. Dengan kata lain,
sebagaimana halnya laki-laki, perempuan memiliki kekuatan fisik, akal pikiran,
kecerdasan intelektual, kepekaan spiritual, hasrat seksual, dan sebagainya.
Potensi-potensi (al-Quwa) kemanusiaan tersebut diberikan Tuhan kepada
semua manusia yang hidup di mana pun dan kapan pun sebagai prasyarat
menjalankan amanat Tuhan, yaitu mengelola dan memakmurkan bumi dan alam.
Bagi saya fitnah hakikatnya soal pikiran baru kemudian tindakan.
Perempuan, bagaimana pun ia berbusana rapat maupun terbuka, jika pikiran
laki-laki tidak (maaf) jorok, keresahan sosial (fitnah) itu urung terjadi.
Sehingga itu, tertutup atau terbukanya cara perempuan berbusana, tidak menjamin
keresahan dan kejahatan sosial musnah. Ini penting, karena selama ini perempuan
yang selalu menjadi biang agar ia melakukan introspeksi diri, tidak atau belum
mengarah pada laki-laki. Wallahua’lam
bis-Shawab. Laki-laki yang Ramah Perempuan
Salam
0 komentar:
Post a Comment